Monday, October 11, 2010

BIOGRAFI ZAINUDDIN MZ

Dai 'Politisi' Sejuta Umat


Dai kondang sejuta ummat, KH Zainuddin MZ, telah memilih jadi politikus. Ia masuk Partai Persatuan pembangunan (PPP) karena penasaran mengapa partai berbasis Islam tidak memenangkan pemilu. Namun, tampaknya ia tak betah berlama-lama di PPP. Ia bersama rekan-rekannya mendeklarasikan PPP Reformasi pada 20 Januari 2002 yang kemudian berubah nama menjadi Partai Bintang Reformasi dalam Muktamar Luar Biasa pada 8-9 April 2003 di Jakarta. Ia juga secara resmi ditetapkan sebagai calon presiden oleh partai ini.

Pada saat dideklarasikan, ditegaskan bahwa partai ini dilahirkan bukan karena haus kekuasaan, tetapi karena concern terhadap demokratisasi dan keadilan. Bertekad menjadi smiling party dan menyatakan diri tidak memiliki rasa dendam politik dan dosa masa lalu.


Menurutnya, Partai Persatuan Pembangunan Reformasi (PPP Reformasi) ini adalah partai baru, bukan pecahan PPP, dan bukan pula PPP jilid dua. Partai ini bertekad menjadi smiling party, partai berwajah murah senyum. Selayaknya bayi yang baru dilahirkan, PPP Reformasi menyatakan diri tidak memiliki rasa dendam politik dan dosa masa lalu. Karena itu pula mereka bertekad untuk mempererat keutuhan bangsa dengan menata kembali sistem politik, ekonomi, dan kehidupan demokrasi yang tercabik-cabik akibat konflik kepentingan elite.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) P3R, KH Zainuddin MZ, menyampaikan itu dalam pidatonya pada acara Gema Muharam 1423 H, Ta'aruf (Perkenalan) Nasional PPP Reformasi, dan Tabligh Akbar, Minggu (24/3/02), di Gelora Bung Karno Jakarta. Acara dihadiri puluhan ribu kader dan perwakilan pengurus dari hampir seluruh provinsi di Indonesia.

"Seluruh kader PPP Reformasi tampillah dengan smiling. Kita sudah capek dengan dendam. Siapa pun yang muncul dengan dendam tidak akan menyelesaikan masalah, tapi malah membawa masalah," seru Zainuddin MZ disambut gemuruh tepuk tangan para kadernya. Ia juga mengharapkan agar para kadernya selalu hidup berdampingan dengan semua elemen bangsa, bersanding, dan bukan bertanding.

Dalam kesempatan itu juga disahkan susunan DPP, Dewan Kehormatan, dan Pimpinan Majelis Pakar Pusat (PMPP) PPP Reformasi Periode 2002-2007. Selaku Ketua Umum DPP PPP Reformasi adalah KH Zainuddin MZ dan Sekretaris Jenderal Djafar Badjeber. Sementara Ketua Dewan Kehormatan adalah Hibatullah Siddiq, Ketua PMPP adalah Hidayat Syarif, dan Sekretaris adalah Musni Umar.

Zainuddin MZ dalam pidatonya juga menyerukan bahwa PPP Reformasi bertekad mewujudkan pemerintahan yang bersih, yaitu dengan menata sistem politik agar tidak terjadi konflik kepentingan antara kepentingan partai dan kepentingan rakyat.

Ditegaskan, dalam Anggaran Dasar PPP Reformasi telah dituangkan sebuah pasal untuk mencegah terjadinya rangkap jabatan oleh para kader partai yang menduduki jabatan pemerintahan. "Setiap kader partai yang terpilih menjadi petugas negara diberi waktu enam bulan untuk melepaskan jabatannya di partai, guna menghindari konflik kepentingan. Kita tidak ingin pemimpin partai menghadiri acara partainya pakai mobil negara yang dibeli dengan uang rakyat," serunya.

Zainuddin yakin, rangkap jabatan antara pejabat negara dan pimpinan partai politik ini yang menyebabkan masalah menjadi rumit. "Konglomerat sulit ditindak juga karena sudah dipajaki untuk menyumbang partai. Ini yang menyebabkan negara terseok-seok. Hutan kaya, laut kaya, sumber alam kaya, tapi rakyat menderita," tegasnya disambut tepuk tangan para kadernya yang mengenakan seragam serba hijau berlambangkan Kabah dengan lima bintang yang dilingkari merah putih itu.
Deklarator yang kemudian menjadi Ketua Umum DPP PPP Reformasi ini menyatakan keprihatinannya terhadap agenda reformasi, dimana lima tahun agenda reformasi bergulir, agendanya jelas, namun kerjaannya yang tidak jelas. Ia juga menyinggung soal korupsi yang dikatakannya makin marak. "Ada teman saya bilang, kalau pada Bung Karno, korupsi di bawah meja, dilakukan dengan sopan dan malu-malu, sedangkan zaman Soeharto korupsi di atas meja dilakukan dengan terang-terangan dan sekarang ini mejanya pun dikorupsi," tuturnya.

"Rakyat kecil dengan kredit murah Rp 4 juta hingga Rp 5 juta untuk mengembangkan usahanya di kejar-kejar, sementara yang membobol uang negara trilyunan rupiah enak saja mondar-mandir ke Singapura," tambahnya. Dari sisi hukum, masih dirasakan sangat berpihak, kalau orang besar dan banyak uang punya masalah antre orang membela, tetapi ketika yang kecil tergusur tidak ada yang membantu. "Para penegak hukum kita lagunya adalah maju tak gentar membela yang bayar," ungkapnya.

Atas keperihatinan inilah PPP Reformasi lahir atas dasar nilai-nilai keagamaan, karena selama ini manusia Indonesia hanya diisi otaknya, tetapi kurang diisi hatinya, sehingga muncul banyak orang pintar cuma sayang tidak benar.

Masuk Partai karena Penasaran
Sesungguhnya apa yang membuat KH Zainuddin M.Z. dulu bisa terangsang masuk PPP? Ternyata, jawabannya sepele, sebagaimana dikemukakannya kepada Jawa Pos. "Karena saya penasaran mengapa partai berbasis Islam tidak memenangkan pemilu. Ketika ia baru masuk, karena popularitasnya, ia dengan cepat bisa langsung menempati posisi salah satu ketua DPP.

Namun, tampaknya, itu sekadar cerita masa lalu. Harapan PPP untuk memanfaatkan dai sejuta umat untuk mendongkrak perolehan suaranya (jadi vote-getter) yang jeblok pada Pemilu 1999 justru menjadi persoalan baru. Pasalnya, Zainuddin hengkang dari PPP dan mendeklerasikan PPP Reformasi.

Dengan ketokohan dan senioritasnya, kini Zainuddin tampil sebagai komandan PPP Reformasi yang sebagian besar diisi kalangan muda PPP. Tapi, dia menolak jika peran dominannya dinilai datang tiba-tiba. Sebab, katanya, dia bukan orang baru di PPP.

Sebelum masuk DPP, dia sudah menjadi pengurus aktif PPP, yakni menjadi anggota dewan penasihat DPW DKI Jakarta. Lebih jauh lagi, berkat kelihaiannya mengomunikasikan ajaran agama dengan gaya tutur yang luwes, sederhana, dan dibumbui humor segar, partai yang merupakan fusi beberapa partai Islam itu jauh-jauh hari (sejak Pemilu 1977) sudah memanfaatkannya sebagai vote-getter.

Bersama Raja Dangdut H Rhoma Irama, dia berkeliling berbagai wilayah mengampanyekan partai yang saat itu bergambar Ka’bah -sebelum berganti gambar bintang. Hasil yang diperoleh sangat signifikan dan mempengaruhi dominasi Golkar. Tak ayal, kondisi itu membuat penguasa Orde Baru waswas. "Akibatnya, kita dapat teror. Saat itu ganas-ganasnya Golkar," tuturnya.

Totalitas Zainuddin buat PPP bisa dirunut dari latar belakangnya. Pertama, secara kultural dia warga nahdliyin, atau menjadi bagian dari keluarga besar NU. Dengan posisinya tersebut, dia ingin memperjuangkan NU yang saat itu menjadi bagian dari fusi PPP yang dipaksakan Orde Baru pada 5 Januari 1971. Untuk diketahui, ormas lain yang menjadi bagian fusi itu, antara lain, Muslimin Indonesia (MI), Perti, dan PSII.

Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum PB NU itu salah seorang deklarator PPP. Dia mengaku lama nyantri di Ponpes Idham Khalid yang berada di bilangan Cipete, yang belakangan identik sebagai kubu dalam NU.

Dai dan Politikus


Dai kondang sejuta umat KH Zainuddin M.Z. makin populer saja. Bukan sekadar perannya sebagai dai, tetapi juga kiprahnya membidani lahirnya PPP Reformasi. Bukankah dia dulu pernah alergi dengan politik? Lalu, mengapa dia kini serius bikin PPP Reformasi? Berikut wawancara wartawan Jawa Pos Alex Aji Saputra dengan KH Zainuddin M.Z.

Anda kok tiba-tiba menyibukkan diri dengan membidani lahirnya PPP Reformasi. Bagaimana dengan tugas utama sebagai dai?

Dakwah saya tetap berjalan. Pekan lalu dari Makassar, malamnya ke Bandung. Lalu, langsung ada kegiatan di Jakarta. Bersamaan dengan harlah (hari lahir PPP, Red), saya berada di Cirebon dan sekitarnya. Selama dua hari, lima kali acara paket dakwah. Jadi, dakwah tetap jalan. Orbit saya di situ.

Apakah posisi Anda di dua tempat itu tidak akan membingungkan umat?

Ya, memang ada persoalan. Seorang juru dakwah melihat persoalan masyarakat dengan kaca mata putih. Sedangkan seorang politisi melihat masyarakat dengan kacamata hitam putih. Tapi, hingga kini saya masih bisa menempatkan diri untuk tetap objektif, kapan saya menempatkan diri sebagai juru dakwah dan kapan sebagai politisi. Anda bisa lihat, di TV tak ada muatan politik. Saya muncul sebagai juru dakwah. Mudah-mudahan itu tetap bisa saya jaga.

Bagaimana Anda melihat hubungan agama dan politik?

Politik itu pada dasarnya bersih. Seperti pisau, ia bisa memotong leher ayam, bisa juga leher orang. Bergantung siapa yang memegang. Karena itu, para pelaku politik harus mempunyai moral politik. Nah, moral yang paling tinggi itu kan berangkat dari nilai-nilai agama. Jadi, ketika PPP melandaskan asasnya pada Islam, seharusnya moralitasnya tinggi. Tidak ada trik, tidak ada rekayasa. Apalagi money politics. Tidak ada keinginan untuk membesarkan partai dengan kekuasaan.

***

Karena ceramahnya sering dihadiri puluhan ribu ummat, maka tak salah kalau pers menjulukinya 'Da'i Berjuta Umat'. Suami Hj. Kholilah ini semakin dikenal masyarakat ketika ceramahnya mulai memasuki dunia rekaman. Kasetnya beredar bukan saja di seluruh pelosok Nusantara, tapi juga ke beberapa negara Asia. Sejak itu, da'i yang punya hobi mendengarkan lagu-lagu dangdut ini mulai dilirik oleh beberapa stasiun televisi. Bahkan dikontrak oleh sebuah biro perjalanan haji yang bekerjasama dengan televisi swasta bersafari bersama artis ke berbagai daerah yang disebut 'Nada dan Da'wah.

Kemunculan da'i kelahiran Betawi, 2 Maret 1951 ini sangat fenomenal. Pada masa kekuasaan dan pemerintahan Orde Baru da'wahnya menjadi menarik karena mampu menembus berbagai sektor, kalangan dan golongan.

Kepiawaian ceramahnya sempat mengantarkan Zainuddin ke dunia politik. Pada tahun 1977-1982 ia bergabung dengan partai berlambang Ka'bah (PPP). Jabatannya pun bertambah, selain da'i juga sebagai politikus.

Namun kemudian ia merasa terjepit ruang da'wahnya. Maka sejak tahun 1983 ia tidak lagi menggeluti urusan politik praktis. Pernyataannya yang sangat terkenal saat itu adalah, "Saya tidak ke mana-mana. Tapi, saya ada di mana-mana." Sejak itulah ia memfokuskan lagi profesinya sebagai da'i.

Anak tunggal buah cinta pasangan Turmudzi dan Zainabun dari keluarga Betawi asli ini sejak kecil memang sudah nampak mahir berpidato. Udin -nama panggilan keluarganya- suka naik ke atas meja untuk berpidato di depan tamu yang berkunjung ke rumah kakeknya. 'Kenakalan' berpidatonya itu tersalurkan ketika mulai masuk Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Aliyah di Darul Ma'arif, Jakarta. Di sekolah ini Udin belajar pidato dalam forum Ta'limul Muhadharah (belajar berpidato). Kebiasaannya membanyol dan mendongeng terus berkembang. Setiap kali tampil, ia memukau teman-temannya. Kemampuannya itu terus terasah, berbarengan permintaan ceramah yang terus mengalir

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia), dari berbagai sumber terutama Kompas, Jawa Pos dan Suara Hidayatullah

No comments:

Post a Comment